HIV dan IKN: Ketika Proyek Ambisius Berhadapan Panyakit Serius

Pembangunan IKN yang ambisius di Kalimantan Timur ternyata beiringan dengan lonjakan kasus HIV/AIDS. Kasusnya kian naik seiring datangnya ribuan pekerja. Perempuan jadi kelompok paling rentan. Selain pengobatan, memutus stigma jadi utama.

Ilustrasi HIV/AIDS.

Foto : Ilustrasi HIV/AIDS.

Artikel ini memuat penuturan seksual dan penyakit infeksi menular yang dapat mengganggu kenyaman anda. Artikel ini juga terbit di Prolog.co.id dengan judul Beradu Cepat Pembangunan IKN dengan Penyebaran Penyakit Infeksi Menular

Di balik gemuruh pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang digadang-gadang sebagai warisan ambisius dari mantan Presiden Joko Widodo, ada cerita lain yang betul-betul tak bisa disepelekan. Sebab, di wilayah pembangunannya yakni Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) angka kasus HIV/AIDS melonjak, seolah memberi sinyal bahwa pembangunan besar-besaran itu datang dengan harga yang tak murah.

Data dari Dinas Kesehatan PPU menunjukkan, sejak 2021 hingga Oktober 2024, ada 119 kasus baru orang dengan HIV (ODHIV) yang ditemukan. Jumlahnya merangkak naik: 20 kasus pada 2021, 27 kasus pada 2022, dan 17 kasus pada 2023. Sementara itu, hingga Oktober 2024, tercatat ada 26 kasus baru, 21 diantaranya berapa di luar wilayah PPU.

“Sebagian besar data kami temukan dari KTP warga luar wilayah, seperti Balikpapan, Paser, dan Jawa,” jelas Kepala Dinas Kesehatan PPU, Jansje Grace Makisurat, saat dihubungi tim liputan kolaborasi melalui telepon.

Sejak 2021-2023 ODHIV yang terdata mendapat pelayanan dan diberikan ARV (Antiretroviral) sebagai pengobatan. Kendati, tetap saja 26 ODHIV dinyatakan meninggal dunia. Dimulai pada 2021 ada 10 kematian, pada 2022 ada 13 kematian, dan pada 2024 hanya ada 3 kematian. Sementara data tahun 2024 masih dalam proses rekapitulasi.

Menjawabnya, Grace menerangkan pengobatan ini hanya bisa membuat ODHIV tetap sehat dan produktif. “Kalau viral load-nya kurang dari 40 Copy/ml atau tidak terdeteksi, kemungkinan menularkan HIV sangat kecil,” katanya.

Tapi tentu, angka kasus ini tak bisa dilihat dari data medis saja. Ada realitas sosial yang perlu digali lebih dalam, termasuk kaitannya dengan pembangunan IKN.

Pekerja, Seks, dan Risiko

Pembangunan IKN bukan proyek kecil-kecilan. Dari catatan Satgas Pembangunan Infrastruktur IKN, sejak 2022 hingga Juli 2024, setidaknya 27.000 pekerja telah dikerahkan. Dari jumlah itu, 70 persen berasal dari luar Kalimantan.

Siwi Arianti, Ketua Mahakam Plus, komunitas ODHA di Samarinda, yang ditemui di sekretariatnya di kawasan Samarinda Utara, menyebut tingginya angka pekerja tersebut bisa menjadi faktor penentu penyebaran penyakit infeksi menular.

“Kalau pendatang tidak disaring kesehatannya, ada kemungkinan penyebaran HIV jadi lebih luas,” kata Siwi. Apalagi, lanjutnya, tempat prostitusi berkedok warung kopi mulai bermunculan di sekitar IKN.

Siwi menekankan pentingnya edukasi dan voluntary counseling and testing (VCT) yang menyasar kelompok berisiko. Tanpa itu, HIV bisa menyebar di bawah radar. “Yang sekarang ditemukan kan cuma yang sakit, terus dites, dan positif. Kalau skriningnya ditingkatkan, pasti angka kasus bakal lebih tinggi lagi,” tandasnya.

Terpisah, Direktur Pelayanan Dasar Otorita IKN, Suwito, mengklaim tidak ada pekerja konstruksi IKN yang terdata mengidap HIV. Pemeriksaan rutin dilakukan, katanya, termasuk untuk penyakit menular lainnya. “Para pegawai dan pekerja konstruksi IKN hingga saat ini belum ada yang terinfeksi HIV/AIDS,” ucapnya melalui pesan singkat Whatsapp.

Suwito menegaskan telah memastikan pendataan dan pemeriksaan kesehatan gratis secara berkala bagi pekerja IKN. Pemeriksaan ini tidak hanya terbatas pada HIV/AIDS, tetapi juga penyakit menular lainnya. Pun demikian dengan sosialisasi pencegahan HIV/AIDS.  “Pencegahan penyakit potensi wabah dan kejadian luar biasa juga diantisipasi di pintu masuk bandara dan pelabuhan, berkolaborasi dengan Balai Karantina Kesehatan Balikpapan dan Samarinda,” jelasnya.

https://mahakamdaily.com/hiv-dan-ikn-ketika-proyek-ambisius-berhadapan-panyakit-serius/
Infografis : Beradu Cepat Pembangunan IKN dengan Penyebaran Penyakit Infeksi Menular

Fasilitas Kesehatan di Sekitar KIPP IKN

Setali tiga uang, dari empat rumah sakit yang dibangun di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN, tiga diantaranya kini telah beroperasi. Yakni, Rumah Sakit Mayapada Nusantara, Rumah Sakit Hermina Nusantara dan Rumah Sakit Umum Pusat Nusantara Kemenkes. Adapun untuk Rumah Sakit Abdi Waluyo Nusantara diproyeksikan mulai beroperasi di awal tahun 2025.

“Selain fasilitas kesehatan di wilayah KIPP, di wilayah IKN lainnya juga telah dipersiapkan, diantaranya RSUD Sepaku, RSUD Samboja dan sembilan Puskesmas,” bebernya.

Sedangkan untuk di Kabupaten PPU, Kadinkes Jansje Grace Makisurat menyebut ada 11 puskesmas dan dua RSUD telah mampu melakukan tes HIV. Namun, layanan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV) hanya tersedia di delapan lokasi, yaitu RSUD Ratu Aji Putri Botung dan tujuh puskesmas, seperti Puskesmas Penajam, Sotek, dan Sepaku III.

“Untuk peserta BPJS, layanan ini gratis sesuai program pemerintah,” kata Grace.

Grace menjelaskan bahwa HIV sebenarnya tidak menular lewat aktivitas sehari-hari seperti bersalaman atau makan di tempat yang sama. HIV bisa menular lewat hubungan seksual tanpa kondom, transfusi darah yang tidak aman, berbagi jarum suntik dan transmisi dari ibu ke anak. 

“Jika menduga baru terinfeksi atau tertular virus HIV, seperti setelah melakukan hubungan intim dengan pengidap HIV, maka harus segera melakukan pemeriksaan,” imbaunya.

Perempuan: Korban yang Paling Rentan

Dari data UNAIDS pada 2023, perempuan menyumbang 53 persen dari total ODHA di dunia. Di PPU sendiri, lebih dari sepertiga kasus HIV (37,7 persen) menimpa perempuan. Theresia Iswarini, Komisioner Komnas Perempuan, menyebut bahwa perempuan lebih rentan tertular HIV, terutama dari pasangan yang menjadi carrier.

“Beberapa studi memperlihatkan, wilayah baru seperti IKN yang sedang berkembang biasanya memunculkan tempat prostitusi baru. Infrastruktur itu sering diiringi dengan perubahan sosial,” ujarnya.

Selain itu, perempuan ODHA sering kali menghadapi diskriminasi berlapis. Stigma negatif membuat mereka enggan mendapatkan perawatan. Ini berdampak buruk, bukan hanya secara fisik, tetapi juga mental.

Memutus Stigma, Menjaga Harapan

Stigma adalah musuh terbesar dalam penanganan HIV. Banyak ODHIV yang takut memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan di sekitar tempat tinggalnya. Siwi Arianti menyebut, beberapa temannya bahkan lebih memilih pergi ke Balikpapan untuk mengambil obat.

Namun, harapan tetap ada. “Banyak yang tetap sehat meski sudah 24 tahun minum obat. Mereka bisa jadi inspirasi untuk ODHIV lain,” kata Siwi.

Ditemui di ruang kerjanya, Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin, percaya pendekatan konsep three zero adalah solusi. Zero pertama yaitu tidak ada infeksi baru dan tidak ada transmisi penyakit baru, artinya orang dengan HIV harus mengetahui statusnya. Zero kedua yaitu semua yang positif tidak boleh tidak ada yang diobati.  Zero ketiga yaitu tidak ada diskriminasi bagi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

“Tiga zero ini memang kita terapkan dalam pengendalian, mulai dari memutus penularannya dengan pengobatan yang tepat sampai tidak ada lagi ODHIV dan ODHA mendapatkan diskriminasi di lingkungannya termasuk oleh fasilitas kesehatannya,” sebutnya.

Jaya mengakui jika untuk melakukan skrining tidak sepenuhnya mudah. Sebab, kemauan pemeriksaan seluruhnya kembali kepada perorangan masing-masing. Namun, ia yakin dengan pendekatan melalui konsep three zero para ODHIV dan ODHA akan lebih terbuka.

“Screening HIV ini memang masih terkait dengan aturan konfidensial, jadi harus secara sukarela, makanya gugah melalui edukasi tepat agar sukarela. Dan, dipastikan seluruhnya akan aman,” tutupnya. (HI/Day)

Pembangunan IKN yang ambisius di Kalimantan Timur ternyata beiringan dengan lonjakan kasus HIV/AIDS. Kasusnya kian naik seiring datangnya ribuan pekerja. Perempuan jadi kelompok paling rentan. Selain pengobatan, memutus stigma jadi utama.
Ilustrasi HIV/AIDS.