Mahakam Daily – Gangguan kesehatan mental atau kejiwaan acap kali dianggap sebagai hal tabu atau aib, padahal stigma miring masyarakat tersebut dapat berujung diskriminasi.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Salehuddin, menyampaikan bahwa, pendidikan kesehatan jiwa untuk masyarakat itu memang kurang.
“Itu yang kami rasakan, tenaga kesehatan harus memberikan pemahaman terhadap masyarakat, sehingga persepsi-persepsi terhadap gejala awal gangguan jiwa itu seperti sesuatu yang biasa,” ucap Salehuddin, Selasa (24/10/2023).
Ia mengungkapkan, pada tahap awal masyarakat menganggap gangguan tersebut sebagai gejala stres, selanjutnya dapat merujuk ke depresi.
Ketika hal tersebut sudah jatuh ditahap depresi, bahkan sampai kepada gejala agitasi, barulah masyarakat memahami bahwa itu adalah gejala gangguan jiwa.
“Padahal kalau kita bicara kesehatan jiwa, gejala awalnya sudah sering terjadi di masyarakat kita, ini karena memang pengetahuan masyarakat terkait kesehatan jiwa beserta gejala-gejalanya kurang teredukasi,” akuinya.
Pria yang baru-baru ini menyabet BK Award DPRD Kaltim itu berharap, ke depan Dinas Kesehatan yang ada di Kaltim dapat memberikan sosialisasi mengenai kesehatan jiwa maupun pencegahannya kepada masyarakat.
“Masyarakat juga seolah olah menganggap itu aib padahal keluarganya itu sudah dalam tataran gangguan jiwa yang harusnya mendapatkan terapi secara medik, sosial, maupun secara psikologis,” tuturnya.
Politikus asal Golkar tersebut juga menyayangkan sarana prasarana, hingga instrumen dari Dinkes yang dianggap tidak tersentuh atau kurang masif, sehingga fasilitasinya juga kurang.
“Kalau dari awal sudah sering sosialisasi terkait kesehatan jiwa, saya pikir keluarganya dan masyarakat bisa mendeteksi, misal harus ke psikiater, atau mungkin ada terapi sosial,” tandasnya.
[adv]