Mahakam Daily – Isu transisi energi sedang memanas di kancah global. Berkelindan dengan isu perubahan iklim yang belakangan memarah. Disebut bahwa September 2023 lalu menjadi bulan paling panas sepanjang sejarah.
Efek gas rumah kaca membengkak lantaran aktivitas produksi sektor energi fosil seperti migas dan batu bara masih tinggi. Apalagi di Kalimantan Timur (Kaltim) yang masih sangat bergantung pada energi tersebut.
Salah satu upaya menggalakkan isu transisi energi ada pada peran media informasi dan pemberitaan di berbagai platform. Untuk itu, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Kota Samarinda bersama Yayasan Mitra Hijau (YMH) melaksanakan pelatihan penulisan liputan mendalam bagi para pelaku media, pada Jumat (8/3/2024) di Samarinda.
Narasumbernya adalah Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau Dicky Edwin Hindarto dan jurnalis Harian Kompas Sucipto. Pelatihan ini diikuti 25 jurnalis dari berbagai media massa yang ada di Samarinda dan sekitarnya.
Dicky Edwin Hindarto, yang juga Konsultan Transisi Energi, Keberlanjutan, dan Pasar Karbon menjelaskan, kebutuhan energi terus naik, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Sedangkan, emisi gas rumah kaca itu yang paling tinggi dari sektor energi. Dalam jangka 20 tahun meningkat tiga kali lipat.
Tak dimungkiri, PDRB Kaltim bergantung pada batu bara. Pada 2022, 44 persen PDRB Kaltim berasal dari sektor batu bara. Namun, permintaan produksi batu bara diprediksi turun sesuai dengan komitmen dunia untuk mengurangi penggunaan energi fosil.
Makanya, transisi energi dilakukan. Masyarakat harus disiapkan dengan kemampuan baru. Juga menciptakan lapangan pekerjaan yang baru. Namun, Kaltim sudah mengalami transisi. Dahulu, Kaltim bergantung pada migas dan kayu, kini beralih ke migas dan batu bara.
Di Kaltim sendiri, sejumlah pembangkit listrik terbarukan juga potensial. Seperti pembangkit listrik tenaga surya, bioenergi, pasang surut air laut, hingga hidro. Meski punya potensi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Misalnya, paparan sinar matahari pada pembangkit listrik tenaga surya, atau soal ketinggian permukaan pada pembangkit listrik hidro.
Dicky menekankan, isu soal transisi energi ini perlu mendapat perhatian. Sebab kini, arahnya harus transisi energi yang ramah lingkungan.
“Pentingnya media untuk membawa narasi transisi energi ini. Bebas, apakah dengan angle sentimen negatif atau positif, tapi tujuannya agar terus menjadi perbincangan,” jelasnya.
Agar isu transisi energi menarik perhatian, salah satu caranya adalah dengan membuat liputan mendalam. Sehingga, tulisan dinikmati dan isu transisi energi bisa disajikan secara komperhensif.
Jurnalis Harian Kompas Sucipto memberikan tips untuk liputan mendalam. Dia mengatakan, liputan mendalam memang jadi tantangan tersendiri. Tentu lebih menguras energi dan waktu dibandingkan menulis straight news.
“Tapi kita ingin menantang diri sendiri. Jangan menulis yang begitu-begitu saja,” kata Cipto sapaannya.
Cipto memberikan kiat penulisan mendalam. Ia mulai dari bagaimana mencari ide penulisan, yakni jurnalis bisa melakukan penggalian informasi atau riset data. Ia menyarankan juga untuk membaca soal tulisan atau penelitian yang sudah ada.
“Lalu menetapkan angle berita atau sudut pandang berita. Apa yang bisa menjadi pertanyaan dan daya tarik untuk menjadi sebuah beria,” ujarnya.
Setelah itu, jurnalis bisa mulai untuk menyiapkan kerangka tulisan, sebagai pemandu ketika menulis. Lalu, mulai menggali data, melakukan reportase, dan melengkapi bahan. Jika bahan sudah siap, penulisan bisa langsung dimulai.
“Usahakan dalam keadaan rileks saat menulis,” kata Cipto.
“Usai menulis, jangan langsung dikirim. Beri jeda dan baca ulang lagi. Kemudian revisi. Jika sudah mantap, baru dikirim ke redaksi,” tutupnya.