Mahakam Daily – Komisi IV DPRD Kalimantan Timur menyoroti mandeknya pengoperasian Rumah Sakit Islam (RSI) Samarinda yang hingga kini belum menemukan kejelasan status dan arah pengelolaan. Di tengah kebutuhan layanan kesehatan yang terus meningkat, DPRD menilai pemerintah provinsi perlu segera mengambil langkah tegas agar fasilitas kesehatan itu tidak terus terbengkalai.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menyebut RSI bukan sekadar bangunan, melainkan bagian dari sejarah pelayanan kesehatan masyarakat di Kaltim. Rumah sakit yang berdiri sejak 1986 itu pernah berperan penting dalam melayani masyarakat Samarinda dan sekitarnya sebelum akhirnya berhenti beroperasi pada 2016.

“RSI memiliki nilai historis dan sosial yang besar. Pemerintah tidak bisa sekadar diam melihat aset ini terbengkalai. Kita bicara soal kebutuhan layanan kesehatan yang nyata bagi warga Samarinda,” ujar Darlis.

Menurutnya, jika mengacu pada standar WHO, Samarinda seharusnya memiliki lebih dari 4.000 tempat tidur rumah sakit. Namun saat ini jumlahnya baru sekitar sepertiganya. Karena itu, mengaktifkan kembali RSI menjadi opsi realistis di tengah keterbatasan fasilitas kesehatan daerah.

Darlis juga menilai perlu adanya kepastian hukum terkait pengelolaan lahan dan aset RSI yang masih milik Pemprov Kaltim. Ia mendorong agar pemerintah bersikap terbuka terhadap usulan Yayasan RSI (YARSI) yang menawarkan skema perpanjangan sewa jangka panjang dan pelunasan tunggakan.

“Masalah tunggakan atau administrasi jangan sampai mengorbankan pelayanan publik. Pemprov harus duduk bersama YARSI dan mencari solusi terbaik agar RSI bisa kembali beroperasi dan memberi manfaat bagi masyarakat,” tegasnya.

Komisi IV berharap keputusan konkret segera diambil agar RSI tak sekadar jadi catatan sejarah, melainkan kembali hidup sebagai bagian penting layanan kesehatan Kaltim.  

(adv/dprdkaltim)