Mahakam daily – Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran terbaru Pasal 50B ayat 2 huruf c memuat Standar Isi Siaran (SIS) dan mencantumkan larangan penayangan konten eksklusif jurnalistik investigasi banyak mengundang penentangan dari berbagai pihak, salah satunya Baharuddin.
Baharuddin Demmu selaku Ketua Komisi 1 DPRD Kalimantan Timur, mengecam revisi UU tersebut, karena melarang seorang jurnalis untuk melakukan investigasi.
“Revisi itu (UU Penyiaran) menimbulkan banyak protes, dan kami tolak, kalau seorang jurnalis tidak melakukan investigasi, tiba-tiba dia memuat berita, itu berbahaya, maka investigasi menjadi wajib karena dalam mengumpulkan data-data informasi yang benar,” ucap Baharuddin, Kamis (16/5/2024).
Menurut Baharuddin, adanya investigasi untuk menghindari berita yang bersifat hoaks dan dapat menyebabkan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta keluar dari kode etik jurnalistik yang berlaku.
“Tidak boleh dikerangkeng, seorang jurnalistik harus diberikan peluang selebar-lebarnya, seluas-luasnya untuk mencari informasi sehingga apa yang disajikan benar adanya (fakta),” jelasnya.
Ia juga memberikan contoh seperti halnya kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang diduga melakukan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
“Itukan persoalan investigasi, sehingga larangan terhadap wartawan untuk melakukan investigasi, bisa mengulang kembali kejadian yang sama, dan hal tersebut menjadi pengundang kehancuran bagi teman-teman wartawan,” tegasnya.
Sehingga anggota fraksi PAN tersebut menerangkan agar seluruh warga Indonesia menolak, karena dianggap berbahaya jika memuat berita tanpa melakukan investigasi terlebih dahulu.
“Dengan ada investigasi memuat berita menjadi lebih terbuka dalam data dan tetap menyajikan berita fakta, jika ada investigasi tentang saya, lalu saya mengelak, kalian bisa tunjukkan ini ada datanya dong,” tandasnya.