Penguatan Demokrasi Daerah di Samarinda: Agus Suwandi Ingatkan Warga Jaga Partisipasi Politik

Foto: Anggota DPRD Kaltim, Agus Suwandi, berbicara di hadapan warga dalam kegiatan Penguatan Demokrasi Daerah ke-10 di Kelurahan Air Hitam, Samarinda Ulu, Kamis, 23 Oktober 2025.

Foto : Foto: Anggota DPRD Kaltim, Agus Suwandi, berbicara di hadapan warga dalam kegiatan Penguatan Demokrasi Daerah ke-10 di Kelurahan Air Hitam, Samarinda Ulu, Kamis, 23 Oktober 2025.

Mahakam Daily – Dari sebuah tenda sederhana di Gang Kejaksaan, Jalan AW Syahrani, Kamis pagi, Anggota DPRD Kaltim Agus Suwandi berbicara dengan nada tegas tentang demokrasi. Di hadapan warga Air Hitam, ia menyebut bahwa sistem demokrasi Indonesia yang baru berumur delapan dekade sudah menunjukkan kematangan—meski belum sempurna.

“Negara kita baru 80 tahun berdemokrasi, tapi sudah cukup berhasil,” kata Agus dalam kegiatan Penguatan Demokrasi Daerah (PDD) ke-10 bertajuk Pemilukada Langsung Masyarakat Sipil. Kegiatan ini dihadiri Fatimah Waty dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kaltim serta puluhan peserta dari berbagai komunitas lokal.

Agus menyinggung sejarah panjang sistem pemerintahan di Nusantara, dari kerajaan hingga republik, untuk menggambarkan betapa demokrasi bukanlah sistem yang datang tiba-tiba.

“Bapak pendiri bangsa sepakat menggunakan demokrasi sebagai dasar, dan lahirlah Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya, pemilihan kepala daerah secara langsung yang diterapkan sejak 2004 merupakan bagian dari dinamika politik yang harus terus dievaluasi, bukan digugat.

“Apakah ada masalah? Ada. Tapi bisa kita atasi. Bahkan membangun masjid pun bisa timbul masalah,” katanya, disambut tawa hadirin.

Politikus Partai Gerindra Kaltim ini juga menyinggung tantangan politik uang dan rendahnya literasi politik di masyarakat. Ia mendorong warga agar tidak mudah terpecah hanya karena perbedaan pilihan politik.

“Suami istri saja bisa berselisih karena beda pilihan. Yang penting partisipasi dan kesadaran kita,” ucap Agus.

Dalam kesempatan itu, Agus juga mengapresiasi semangat komunikasi generasi muda, khususnya kelompok Pramuka yang hadir dalam kegiatna itu. Ia menilai kemampuan mereka berkomunikasi lewat sinyal radio konvensional adalah bentuk kemandirian teknologi.

“Kalau nanti satelit kita rusak, kita masih bisa berkomunikasi lewat gelombang radio,” katanya.

Agus menutup paparannya dengan refleksi tentang keanekaragaman Indonesia.s

“Kita punya 13 ribu suku dan bahasa yang berbeda. Tapi kita bisa sepakat menjadi satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa,” katanya.

Ia berharap kegiatan semacam ini dapat memperkuat pemahaman masyarakat bahwa demokrasi bukan sekadar sistem pemilu, melainkan kesadaran untuk hidup bersama dalam perbedaan. (*)