Mahakam Daily – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 27 November 2024, satu hal yang bikin publik gemas adalah: Netralitas Jurnalis. Kok bisa? Di saat semua orang sibuk mendukung kandidat idola, jurnalis malah harus jadi pihak yang sejuk, tenang, dan, yang paling penting, netral.
Makanya, saat Jurnalis Milenial Samarinda (JMS) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Samarinda bikin Diskusi Publik dengan tema “Netralitas Adalah Kunci, Jurnalis Bukan Juru Kampanye” di T-Co Coffee, Jalan Banggeris, Minggu (17/11) kemarin, pertanyaan-pertanyaan soal netralitas ini nggak bisa dilewatkan begitu saja.
Faishal Alwan Yasir, Koordinator JMS, langsung blak-blakan. Katanya, jurnalis itu harusnya jadi jembatan antara peristiwa dan masyarakat. Bukan jadi bagian dari permainan politik praktis. “Jurnalis seharusnya menyampaikan informasi secara akurat, berimbang, dan tidak memihak. Ketika jurnalis kehilangan netralitasnya, maka kepercayaan publik akan terkikis,” jelas Isal, sapaan karibnya.
Nah, nggak cuma itu. Yuda Almerio, Ketua AJI Samarinda, juga nggak tinggal diam. Menurutnya, jurnalis dan perusahaan pers itu dua hal yang berbeda. Jadi, jangan samakan jurnalis dengan produk media yang bisa dipengaruhi oleh kepentingan perusahaan. “Jurnalis adalah pewarta yang mencari berita di lapangan dan terikat oleh kode etik jurnalistik, yang harus mengedepankan kepentingan publik,” tegas Yuda.
“Akan sangat memalukan apabila wartawan bertindak demikian dan membawa kepentingan personal ke dalam profesi jurnalistik, ya jurnalis bukan juru kampanye,” tandasnya.
Ditambah lagi, Abdurrahman Amin, Ketua PWI Kalimantan Timur, punya pandangan yang menarik. Menurutnya, kebenaran itu nggak netral. Kebenaran itu berpihak.
“Kebenaran itu berpihak pada kepentingan publik. Wartawan itu manusia yang subjektif, tetapi mereka dituntut untuk membuat karya yang objektif,” ujarnya. “Bahaya kalau wartawan itu tidak bisa membedakan antara personal dan profesi dan terbawa-bawa dengan produk jurnalistiknya.”
Mohammad Sukri, Ketua JMSI Kaltim, juga menegaskan pentingnya independensi pers. “Netralitas bagi para pengusaha media di Kaltim sangat penting. Kita tidak boleh menyerang pasangan calon lain dan harus memberikan pemberitaan yang jujur,” tegas Sukri.
Dari sisi lain, Wiwid Marhaendra, Ketua SMSI Kaltim, menambahkan bahwa pemilik media nggak boleh ikut campur dalam urusan redaksi. “Politik redaksi adalah solusi dalam mendesain keberpihakan media, tapi sebagai wartawan yang harus diutamakan adalah netralitasnya,” jelas Wiwid.
Pokoknya, buat para jurnalis di Kaltim, ada satu pesan penting yang harus ditanamkan dalam hati: netralitas itu bukan pilihan, tapi kewajiban. Jurnalis harus terus menjaga independensi, khususnya di tengah momentum politik seperti Pilkada ini.
Di akhir acara, JMS dan AJI Samarinda pun membuat deklarasi mendukung netralitas pers selama periode politik ini. Tidak hanya itu, mereka juga berkomitmen untuk menangkal hoaks, berita negatif, dan selalu teguh pada kode etik jurnalistik. Karena pada akhirnya, yang lebih penting daripada mendukung kandidat adalah menjaga kredibilitas.