Mahakam Daily – Persoalan plasma kelapa sawit dan konflik lahan kembali menjadi sorotan DPRD Kalimantan Timur. Wakil Ketua I DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, menilai banyak perusahaan sawit di daerah belum menjalankan kewajiban menyediakan 20 persen lahan plasma bagi masyarakat. Kondisi ini turut memperparah konflik lahan yang terjadi di beberapa kampung, termasuk di Intu Lingau, Kabupaten Kutai Barat.
Ekti menyebut, praktik pembebasan lahan oleh sejumlah perusahaan masih jauh dari prinsip transparansi dan keadilan. Bahkan, ada perusahaan yang diduga menancapkan patok hingga ke tengah permukiman warga. “Ini jelas merugikan masyarakat. Komitmen perusahaan dalam menjalankan kewajiban plasma masih sangat lemah,” tegas Ekti.
Selain persoalan sawit, DPRD Kaltim juga menyoroti hasil temuan Panitia Khusu (Pansus) DPRD Kutai Barat yang menunjukkan kondisi jalan tambang banyak tidak memenuhi standar keselamatan. Minimnya pengawasan dan pos jaga membuat ruas jalan tambang rawan kecelakaan. “Beberapa kali terjadi insiden lalu lintas di jalan tambang karena pengawasan tidak berjalan,” ujar politisi Partai Gerindra tersebut.
Ekti menilai, penyelesaian persoalan sawit dan tambang tidak cukup hanya dengan laporan atau paripurna pansus. Ia mendorong agar DPRD kabupaten memperkuat koordinasi dengan pemerintah provinsi untuk memastikan hasil rekomendasi pansus benar-benar ditindaklanjuti.
“Saya ini wakil rakyat dari Kutai Barat dan Mahakam Ulu. Apa pun aspirasi DPRD Kubar, saya siap meneruskan ke pemerintah provinsi. Tapi kita juga harus dorong perusahaan agar bertanggung jawab secara nyata kepada masyarakat,” tegasnya.
Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa DPRD Kaltim akan memperkuat fungsi pengawasan terhadap tata kelola sumber daya alam di daerah.
(adv/dprdkaltim)