Mahakam Daily – Sengketa lahan yang terus terjadi di Kutai Kartanegara (Kukar) disorot tajam oleh Anggota Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Didik Agung Eko Wahono. Ia menyebut akar masalahnya terletak pada sistem kewenangan yang terlalu tersentralisasi di Pemerintah Pusat, yang membuat daerah tak lagi punya kuasa menyelesaikan konflik agraria secara langsung.
“Tidak lain tidak bukan soal pertanahan, tumpang tindihnya lahan, dan persoalan perusahaan, ini bukan kelemahannya kami, tapi karena aturan undang-undang itu yang membatasi,” ujar Didik, politisi PDI Perjuangan itu, Kamis (12/6/2025).
Didik menjelaskan, saat ini seluruh perizinan dan pengawasan pertanahan berada di tangan pusat. Pemerintah daerah dan DPRD hanya bisa berperan sebagai pengawas administratif, tanpa kewenangan untuk menindak pelanggaran atau menyelesaikan sengketa langsung di lapangan.
Ia menyebut konflik lahan yang terjadi di dapilnya, terutama di Kukar, mayoritas melibatkan perusahaan tambang dan perkebunan sawit. Persoalan tumpang tindih lahan hingga konflik dengan masyarakat, menjadi laporan rutin ke DPRD.
“Makanya tidak bisa bergerak, ada perusahaan yang merugikan masyarakat, tapi itu bukan kewenangan kami, hanya pusat yang bisa bertindak,” bebernya.
Didik mendorong agar ada evaluasi terhadap regulasi agraria. Ia percaya, penyelesaian konflik akan lebih efektif jika pemerintah daerah dilibatkan penuh, karena lebih memahami kondisi sosial dan geografis masyarakat setempat.
“Jika dikembalikan ke kota atau provinsi, insya Allah kami bisa mengatasi masalah yang selama ini selalu muncul,” pungkas Didik.
(adv/dprdkaltim)